Sering kita
mendengar dan menemui sekelompok manusia yang suka berpetualang di alam terbuka
dengan membawa nama Pecinta Alam. Dan uniknya, nama tersebut, yakni pecinta
alam hanya ditemui di Indonesia. Bukan dari segi bahasa, namun dari segi arti
dan makna kalimat. Di Luar negeri sendiri mungkin lebih dikenal dengan nama Aktifis Lingkungan.
Konsep Pecinta Alam dicetuskan
oleh Soe Hok Gie pada tahun 1964.
Gie sendiri meninggal pada tahun 1969 karena menghirup gas beracun Gunung Semeru. Gerakan "Pecinta Alam" awalnya
adalah pergerakan perlawanan yang murni kultur kebebasan sipil atas invasi
militer dengan doktrin militerisme - patriotik.
Perlawanan ini dilakukan dengan mengambil cara berpetualang dengan alasannya
yakni :
" <p>Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan
kami. Kami katakan bahwa</p> <p>kami adalah manusia - manusia yang
tidak percaya pada slogan.</p> <p>Patriotisme tidak mungkin tumbuh
dari hipokrisi ( kemunafikan ) dan</p> <p>slogan - slogan.
Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat</p> <p>kalau
ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat</p>
<p>ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari
dekat.</p> <p>Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti
pula pertumbuhan</p> fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."
( Soe Hok Gie - Catatan Seorang Demonstran
).
Era pecinta alam sesudah
meninggalnya Soe Hok Gie ditandai
dengan adanya ekspedisi besar - besaran, dan era berikutnya ditandai dengan Era
1969 - 1974, merupakan era antara masa kematian Gie dan masa muncul munculnya Kode Etik Pecinta Alam .
Era ini
menandai munculnya tatanan baru dalam dunia kepecinta - alaman, dengan
diisahkannya Kode Etik Pecinta Alam
( KEPAI ) di Gladian IV Ujungpandang, 24
Januari 1974. Ketika itu di barat juga sudah mengenal suatu 'Etika Lingkungan Hidup Universal'
yang disepakati pada 1972. Era ini menandakan adanya suatu babak monumental
dalam aktivitas kepecintaalaman Indonesia dan perhatian pada lingkungan hidup
di negara - negara industri. Lima tahun setelah kematian Gie, telah memunculkan suatu
kesadaran untuk menjadikan Pecinta Alam
sebagai aktivitas yang teo - filosofis, beretika,
cerdas, manusiawi / humanis, pro - ekologis, patriotisme dan anti - rasial.
Dalam Etika 'Etika Lingkungan Hidup Universal'
Ada 3 etika yang merupakan prinsip dasar dalam kegiatan petualangan yaitu :
Take
nothing but picture, Leave nothing but footprint, Kill noting but time.
Dalam Kode Etik Pecinta Alam Indonesia,
disebutkan :
- Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam
beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
-
Pecinta alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai
alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
PRINSIP DASAR PETUALANGAN DAN PECINTA ALAM :
1. Dalam
pelaksanaan kegiatan petualangan terdapat
etika dan prinsip dasar yang sudah disepakati bersama. Etika dan prinsip dasar
tersebut muncul sebagai rasa tanggung jawab kepada alam. Selain didukung dengan
perlengkapan dan peralatan yang memadai, juga dalam petualangan mutlak
diperlukan kemampuan yang mencukupi. Kemampuan itu adalah kemampuan teknis yang
yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan
perlengkapan.
Sebagai
contoh, pendaki harus memahami ritme berjalan saat melakukan pendakian, menjaga
keseimbangan pada medan yang curam dan terjal sambil membawa beban yang berat
serta memahami kelebihan dan kekurangan dari perlengkapan dan peralatan yang
dibawa serta paham cara penggunaannya.
2. Kemampuan
kebugaran yang mencakup kebugaran
spesifik yang dibutuhkan untuk
kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan
pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam. Berikutnya, kemampuan
kemanusiawian. Ini menyangkut pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk
meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi / kemauan,
percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisis diri, kemandirian,
serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
3. Seorang
pendaki seharusnya dapat
memahami keadaan dirinya secara fisik dan mental sehingga ia dapat melakukan
kontrol diri selama melakukan pendakian, apalagi
jika dilakukan dalam suatu kelompok, ia harus dapat menempatkan diri sebagai
anggota kelompok dan bekerja sama dalam satu tim.
4. Tak
kalah penting adalah kemampuan pemahaman lingkungan. Pengembangan kewaspadaan
terhadap bahaya dari lingkungan
spesifik. Wawasan terhadap iklim dan medan kegiatan harus
dimiliki seorang pendaki. Ia harus memahami pengaruh kondisi lingkungan
terhadap dirinya dan pengaruh dirinya terhadap kondisi lingkungan yang ia
datangi.
Keempat
aspek kemampuan tersebut harus dimiliki seorang pendaki
sebelum ia melakukan pendakian. Sebab yang akan dihadapi adalah tidak hanya
sebuah pengalaman yang menantang dengan keindahan alam
yang dilihatnya dari dekat, tetapi juga sebuah resiko yang amat tinggi, sebuah bahaya yang dapat mengancam
keselamatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar